Kandungan Tips

1) Tanggung Jawab Besar Menjadi Seorang Guru
2) Mendisiplinkan Diri dalam Melayani - Disiplin Mengajar
3) Pengajaran Sekolah Minggu yang Bermutu
4) Prinsip Pelayanan Mengajar dalam Alkitab
5) Menjadi Rakan Sekerja Allah
6) Biarkan Anak-Anak Itu Datang
7) Mengajar Anak Untuk Bersaksi Mengenai Iman Mereka



1) Tanggung Jawab Besar Menjadi Seorang Guru
Yakobus menulis, "Saudara-saudaraku, janganlah banyak orang di antara kamu mau menjadi guru; sebab kita tahu, bahwa sebagai guru kita akan dihakimi menurut ukuran yang lebih berat" (Yakobus 3:1). Yakobus tahu betapa mengajar itu penting, tetapi dia ingin semua guru memahami betapa besar tugas mereka.

Mereka yang mengajar adalah orang yang mendapatkan penghakiman yang lebih berat dari orang lain. Mereka telah mendapat pengetahuan yang jelas tentang tugas ini; mereka lebih terikat untuk hidup sesuai dengan yang mereka ajarkan. Gagal mengajar berarti menciptakan batu sandungan bagi orang lain.

Saat ini beberapa orang, seperti orang-orang pada masa Yakobus, ingin menjadi "guru kebenaran". Keinginan itu kadang-kadang lebih didasarkan pada keinginan untuk mendapatkan peringkat atau penghargaan, bukan suatu keinginan untuk menyenangkan Tuhan. Kata-kata Yakobus ini menjadi peringatan yang jelas bagi para calon guru supaya melakukan tugas ini dengan suatu peringatan -- tanggung jawab mengajar itu sangat besar.

Mendisiplin Lidah

Seorang guru harus mengungkapkan pendapatnya atas berbagai persoalan. Berbagai percakapan tentu saja akan menghasilkan berbagai pelanggaran atas lidah dan, akibatnya, penghukuman atau penghakiman yang lebih berat. Yakobus menulis, "Sebab kita semua bersalah dalam banyak hal; barangsiapa tidak bersalah dalam perkataannya, ia adalah orang sempurna, yang dapat juga mengendalikan seluruh tubuhnya." (Yakobus 3:2)

Sebelum memberikan tugas pengajaran Kristen, seseorang perlu dengan cermat mengevaluasi disiplin pribadinya. Menjadi seorang guru Kristen memerlukan disiplin lidah yang ketat. Hanya orang yang memiliki kedewasaan disiplin pribadi yang dapat menghindari pelanggaran.

Disiplin untuk Memiliki Hidup yang Konsisten

Paulus menunjukkan masalah ketidakkonsistenan saat dia menggambarkan guru-guru Yahudi yang tidak bisa hidup sesuai dengan ajaran mereka sendiri. Dia menuliskan, "Jadi, bagaimanakah engkau yang mengajar orang lain, tidakkah engkau mengajar dirimu sendiri? Engkau yang mengajar: 'Jangan mencuri,' mengapa engkau sendiri mencuri? Engkau yang berkata: 'Jangan berzinah,' mengapa engkau sendiri berzinah? Engkau yang jijik akan segala berhala, mengapa engkau sendiri merampok rumah berhala? Engkau bermegah atas hukum Taurat, mengapa engkau sendiri menghina Allah dengan melanggar hukum Taurat itu? Seperti ada tertulis: 'Sebab oleh karena kamulah nama Allah dihujat di antara bangsa-bangsa lain.'" (Roma 2:21-24)

Kata-kata Paulus itu mengandung peringatan bahwa setiap orang yang mau mengajar harus menjaga hidupnya agar tetap konsisten dengan apa yang diajarkannya. Ketidakkonsitenan apa yang diajarkannya dengan hidupnya akan mengurangi nilai dari pelajaran kebenaran yang disampaikan dan merendahkan Tuhan kita Yesus Kristus.

Tanggung Jawab untuk Membuktikan Sesuatu yang Berharga

Nikodemus memberikan rahasia menjadi guru yang hebat saat dia menghampiri Yesus pada malam hari. Dia berkata kepada Tuhan, "Rabi, kami tahu, bahwa Engkau datang sebagai guru yang diutus Allah; sebab tidak ada seorang pun yang dapat mengadakan tanda-tanda yang Engkau adakan itu, jika Allah tidak menyertainya" (Yohanes 3:2). Meskipun guru Kristen modern tidak bisa melakukan mukjizat, pelajaran yang diberikan dan cara hidup mereka menjadi contoh yang seharusnya menghasilkan mukjizat perubahan hidup dalam diri orang yang diajar. Bila usaha mengajar ini tidak berarti apa-apa bagi pendengarnya, pengajaran itu mungkin merupakan suatu tanda bahwa guru itu bukan seorang rabi (guru) yang "dikirim oleh Tuhan".

Para pengkhotbah sering kali dituduh "berkhotbah untuk mendapatkan uang". Menjadi seorang pengkhotbah yang dimotivasi oleh kerakusan merupakan tindakan yang menyedihkan. Demikian juga bila pengkhotbah itu termotivasi oleh keinginan supaya mendapatkan pengakuan dan pujian, bukan misi mengabarkan Injil. Seorang guru Kristen harus dikirim oleh Tuhan. Jika tidak, orang itu tidak boleh menjadi guru. (t/Ratri)
___________________________________________

2) 2) Mendisiplinkan Diri dalam Melayani - Disiplin Mengajar
Prinsip kedisiplinan yang kita ajarkan kepada anak layan juga berlaku bagi kita. Di samping bertanggung jawab untuk mengajar, secara tidak langsung, pelayan anak juga diajar Tuhan untuk terus-menerus mendisiplin diri, baik dalam kehidupan rohani, pelayanan, dan kehidupan sehari-hari.

Kami mengajak para Pelayan Anak melihat satu cara untuk lebih mendisiplin diri dalam mengajar.Kami berharap Pelayan Anak sekalian semakin siap lagi dalam mengemban tugas mengajar ini. Selamat melayani. Tuhan Yesus memberkati hidup dan pelayanan Anda.
__________________________________________

3) Pengajaran Sekolah Minggu yang Bermutu
Seorang guru yang tidak mengenal Tujuh Hukum Pengajaran Gregory adalah seperti seorang pelajar Perjanjian Baru yang tidak mengenal surat-surat Paulus. Saya menerapkan hukum mengajar tersebut dalam sekolah minggu.

Sebagian besar guru, bahkan mereka yang memiliki pendidikan formal sekalipun, tidak pernah mendengar Tujuh Hukum Mengajar. Ini adalah pengalaman saya setelah meraih gelar doktoral di bidang pendidikan. Tujuh Hukum Mengajar, yang ditulis lebih dari 100 tahun yang lalu oleh John Milton Gregory, adalah seperti gulungan surat asli tentang pendidikan, yang berisi rahasia pengajaran yang efektif dan bermutu. Gregory, yang memiliki latar belakang pendidikan pengacara, adalah seorang pendeta gereja Baptis dan juga pendidik andal. Dia melayani sebagai pemimpin sekolah negeri di Michigan (1859 -- 1865), dan kemudian menjadi presiden Kalamazoo College dan presiden pertama Universitas Illinois.

Tujuh Hukum Mengajar Gregory, yang pertama kali diterbitkan dalam bentuk buku pada tahun 1884, berisi faktor-faktor penting dan sederhana yang memengaruhi kemampuan dan seni mengajar. Tujuh hukum itu adalah seperti tujuh puncak bukit dengan tinggi yang berbeda, yang terbentang di daratan. Ketika seseorang mendaki setiap bukit, berbagai titik penting di daratan itu dapat dilihat dengan cara pandang ekstra. Ringkasan saya terhadap karyanya ini adalah usaha untuk menjadikan pikiran dan bahasa Gregory lebih mudah didapat, dibaca, dan dimengerti oleh para guru masa kini.

Pendahuluan Terhadap Tujuh Hukum Pengajaran

Tujuh Hukum Pengajaran ini sangat sederhana dan alami sehingga hukum ini banyak dipakai. Meski demikian, hukum ini sangat dalam maknanya bahkan untuk para guru yang berpengalaman sekalipun.

Guru harus tahu pelajaran, kebenaran, dan seni yang akan diajarkan.
Murid harus menunjukkan minat terhadap pelajaran.
Bahasa yang digunakan sebagai perantara antara guru dan murid harus merupakan bahasa yang umum dipakai kedua belah pihak.
Pelajaran yang diajarkan harus diberikan dalam bentuk kebenaran yang telah diketahui oleh murid -- yang belum diketahui harus dijelaskan dengan yang sudah diketahui.
Pengajaran harus menyemangati murid untuk belajar berbagai hal bagi dirinya sendiri.
Belajar adalah memikirkan suatu kebenaran atau ide baru menurut pemahamannya sendiri, atau mengupayakan suatu karya seni atau kemampuan baru menjadi suatu kebiasaan.
Pengajaran harus diselesaikan, ditegaskan, dan diuji dengan peninjauan ulang, pemikiran ulang, dan penerapan.
Dasar-dasar hukum ini bahkan lebih jelas terlihat ketika dijadikan aturan dan dirangkum untuk mengajar.

I. Hukum Bagi Guru

Ketahuilah secara menyeluruh dan kenalilah dengan sungguh-sungguh pelajaran yang akan Anda ajarkan -- ajarkan dengan penuh perhatian dan pemahaman yang jelas.

Kesiapan guru dan pengetahuan yang jelas memberikan kepercayaan diri kepada murid dan membantu menumbuhkan kecintaan mereka untuk belajar. Dalam praktiknya, guru bekerja dengan empat tahap pengetahuan.

Murid-murid Anda bingung mengenali pengetahuan yang diberikan.
Murid-murid Anda mendapat kemampuan untuk mengingat dan menggambarkan pengetahuan dalam suatu cara yang umum.
Murid-murid Anda membangun kemampuan untuk menjelaskan pengetahuan -- bahkan membuktikan atau menggambarkannya.
Murid-murid Anda mendapatkan pengertian makna yang lebih mendalam, mendapatkan kemampuan untuk menerapkan dan bertindak berdasarkan pengetahuan itu.
Idealnya, pengajaran Anda diperlengkapi untuk menggerakkan murid-murid Anda ke tingkat yang keempat: memahami makna yang lebih mendalam, mendapatkan kemampuan untuk menerapkan dan bertindak berdasarkan pengetahuan itu. Mengajarkan kemampuan ini membantu murid berubah dari hanya sebagai "pendengar" menjadi "pelaku".

Dengan menerapkan aturan ini, maka seorang guru yang bermutu akan:

Mempelajari terus pelajaran yang disampaikan.
Mempelajari lebih lanjut dan menggunakan buku-buku dan alat-alat bantu belajar untuk membangun pengetahuan praktis.
Mencari dan menggunakan ilustrasi dari kehidupan nyata.
Mendapatkan pemikiran yang jelas tentang pelajaran yang disampaikan sehingga dapat menjelaskan dengan jelas.
Dalam menyampaikan pengetahuan dan pelajaran, menggunakan urutan yang alami dari yang sederhana sampai yang rumit.
Tanpa pembelajaran dan persiapan yang cukup, Anda seperti seorang pembawa pesan yang tidak membawa pesan. Pengetahuan memberikan kekuatan dan antusiasme dalam mengajar. Beberapa guru terjebak dalam menggunakan praktik yang tidak sebenarnya (hanya berpura-pura). Mereka menunjukkan khayalan mereka sendiri di depan para murid; mereka berbicara dengan kesombongan atas kepura-puraan mereka, dan dengan bijaksana dan nada suara yang indah, membagikan kekhusyukkan yang pura-pura.

II. Hukum Bagi Murid

Dapatkan dan peliharalah perhatian serta minat murid-murid Anda. Jangan mencoba mengajar tanpa perhatian dari murid.

Minat dan perhatian murid-murid Anda saling berhubungan. Kuasai seni dan keterampilan mendapatkan dan mempertahankan perhatian. Beberapa tindakan akan membantu terlaksananya aturan ini.

Mulailah mengajar ketika murid-murid Anda hadir secara fisik dan buang semua gangguan.
Sesuaikan lama pelajaran dengan usia dan rentang perhatian murid-murid Anda.
Gunakan berbagai teknik mengajar: alat peraga, cerita, ilustrasi, pertanyaan, dan diskusi.
Berkelilinglah di kelas di mana Anda mengajar. Jagalah kontak mata dan jiwailah pengajaran Anda dengan gerakan tubuh yang alami.
Ingatlah, antusiasme Anda itu menular! Pengetahuan kuno dan tidak praktis menghasilkan pengajaran yang membosankan dan tidak menarik. Pengajaran yang rutin menghasilkan pembelajaran yang rutin.

III. Hukum Bahasa

Gunakan kata-kata yang bisa dipahami oleh Anda dan murid Anda. Gunakan bahasa yang jelas dan hidup.

Kata-kata, bahasa, dan alat-alat yang Anda gunakan harus jelas dapat dipahami oleh murid-murid Anda. Kata-kata yang tidak dimengerti, bila tidak dijelaskan, akan mengurangi keberhasilan Anda. Beberapa ide untuk komunikasi yang baik adalah:

Pelajarilah tingkat bahasa dan pengetahuan murid Anda.
Gunakan kata sesedikit mungkin untuk menyampaikan ide-ide Anda. Gunakan kalimat-kalimat yang pendek dan berusahalah menyederhanakan komunikasi.
Jelaskan dan berikan ilustrasi atas pengetahuan baru, kaitkan pengetahuan baru itu dengan pengalaman pribadi murid. Bila mereka bisa memahaminya, maka Anda berhasil.
Benda-benda natural, alat peraga, ilustrasi, gambar, dan diskusi merupakan alat-alat mengajar yang sangat membantu mempeluas makna kata dan pemahaman.
Ingatlah bahwa tampang yang sepertinya antusias tidak menjamin pemahaman. Murid-murid bisa saja hanya bepura-pura menyatakan bahwa mereka paham.
Topik dan pengetahuan dalam kelas sekolah minggu sering kali di luar bahasa dan kehidupan murid. Ingatlah bahwa Yesus, Guru dari para guru, menggunakan perumpamaan tentang pengalaman hidup sehari-hari untuk mengajarkan kebenaran-kebenaran penting. Karena itu, bahasa dan pengetahuan Anda seharusnya juga berkaitan dengan pengalaman hidup sehari-hari untuk membangkitkan minat murid dan pembelajaran yang bermutu.

IV. Hukum Pelajaran

Mulailah dengan apa yang sudah diketahui oleh murid-murid atau yang telah dialami, dan mulailah masuk ke materi baru dengan perlahan-lahan, mudah, dan alami, biarlah yang sudah diketahui menjelaskan apa yang belum diketahui.

Bagaimana menerapkan hukum ini agar pengajarannya bermutu:

Pastikan pengetahuan Anda berkaitan dengan murid-murid Anda. Dengan demikian, mereka bisa mengikuti kemajuan Anda.
Gunakan perkembangan yang alami dengan menghubungkan pelajaran baru dengan pelajaran sebelumnya yang sudah diberikan.
Tanamkan dengan kuat di dalam pikiran murid pelajaran baru yang diterima melalui pertanyaan-pertanyaan dan diskusi.
Sesuaikan pelajaran dan perkembangannya dengan usia, konsentrasi, dan hasil yang dicapai oleh murid.
Pengetahuan praktis dapat menyelesaikan masalah hidup dan bisa digunakan dalam pengalaman hidup. Tunjukkan bahwa pikiran yang jelas dalam sekolah minggu akan membantu mereka menjalani hidup di luar kelas sekolah minggu.

V. Hukum Proses Mengajar

Rangsanglah murid Anda untuk mempraktikkan pikiran mereka. Doronglah para murid untuk bepikir seperti seorang penemu.

Pengajaran yang bermutu membangkitkan aktivitas para murid. Oleh sebab itu, pelajaran yang diberikan harus dikenali, dipikirkan ulang, dan dihidupkan kembali dalam pikiran murid.

Carilah titik kontak dalam kehidupan setiap murid.
Gunakan latihan-latihan dan tugas-tugas praktis yang melibatkan pikiran, tangan, dan kehidupan murid.
Tugasi para murid untuk melakukan penyelidikan nyata di luar kelas.
Gunakan pertanyaan dan diskusi yang membutuhkan pemikiran. Tahan keinginan untuk mengatakan semua yang Anda ketahui.
Jadilah seorang murid juga. Ikutlah bergabung dalam mencari fakta-fakta, prinsip-prinsip, dan keterampilan-keterampilan.
Sering kali, mengungkapkan fakta-fakta dapat menghalangi pemikiran dan pengetahuan murid. Mengharapkan kata-kata yang tepat dari teks atau mulut Anda menghalangi daya ingat yang nyata dan berguna. Pengetahuan yang sebenarnya berasal dari penggunaan pikiran dan kehidupan.

Pimpinlah gerakan untuk belajar! Ubahlah kelas Anda menjadi laboratorium kehidupan yang sibuk. Dorong murid-murid Anda untuk berpikir dan menemukan hal baru bagi diri mereka sendiri; jadikan mereka sebagai murid kehidupan.

VI. Hukum Proses Belajar

Wajibkan murid-murid Anda mengembangkan pelajaran itu dalam pikiran dan tindakan, menerapkannya dalam berbagai tahapan dan penerapannya hingga pelajaran itu dinyatakan dalam bahasa dan tindakan mereka sendiri.

Penerapan hukum ini dalam pembelajaran dan kehidupan para murid, merupakan hasil dari hukum sebelumnya yang telah dijalankan dengan baik. Ide-ide tambahan untuk tindakan ini termasuk:

Membantu murid membentuk suatu ide yang jelas tentang tugas yang harus dikerjakan. Terus lakukan ini hingga semua ide diekspresikan dalam kata-kata mereka sendiri.
Doronglah murid-murid Anda untuk menghargai pencarian kebenaran.
Rangsanglah minat murid untuk bertanya-tanya pada diri sendiri dan menemukan jawabannya sendiri.
Pelajaran yang diberikan dengan tergesa-gesa, tidak sempurna, dan terpisah-pisah menghalangi munculnya pemikiran yang orisinal, kemampuan murid untuk berekspresi, dan tugas praktis para murid. Ingatlah bahwa memberi dan berharap hanya pada hasil pengetahuan yang faktual saja dalam pendidikan menyebabkan menurunnya efektivitas dan tantangan yang sebenarnya dalam pengajaran.

VII. Hukum Peninjauan Ulang dan Penerapan

Peninjauan ulang, peninjauan ulang, peninjauan ulang, mengembangkan pelajaran yang sudah diberikan, mengenalkan pemikiran yang baru untuk memperdalam kesan yang muncul, menambahkan makna yang segar, mencari penerapan-penerapan baru, membetulkan ide-ide yang tidak benar, dan melengkapi kebenaran.

Peninjauan ulang merupakan proses yang melengkapi pengajaran yang bermutu. Peninjauan ulang yang baik seperti sentuhan akhir seorang pelukis terhadap lukisan. Berikut beberapa cara untuk melakukan peninjauan ulang:

Lakukanlah peninjauan ulang secara teratur, penuh pertimbangan, dan dengan cara yang menarik.
Gunakan berbagai konsep yang segar dan penggambaran yang baru.
Modifikasi pelajaran yang lama menjadi lebih menarik.
Mintalah para murid menggunakan tangan dan pikiran mereka dalam meninjau ulang.
Pengulangan pertanyaan dan jawaban yang tidak hidup dan tidak berwarna hanya menghasilkan peninjauan ulang dalam hal nama saja. Peninjauan ulang yang tergesa-gesa, tidak sabar, dan tidak cukup, selama dan di akhir pelajaran, juga tidak melengkapi dan mendukung terjadinya suatu pengajaran yang bermutu.

Peninjauan ulang yang baik melengkapi pengajaran yang bermutu. Peninjauan ulang menutup lubang-lubang yang biasa muncul dalam proses belajar. Tanpa peninjauan ulang, pikiran para murid kekurangan informasi yang tanpa penerapan dan ingatan yang berguna. Para murid yang mengalami banyak peninjauan ulang bersama gurunya akan mulai berpikir bahwa peninjauan ulang itu penting dan layak untuk dilakukan. Mereka juga akan mengembangkan keinginan untuk menguasai subjeknya.
____________________________________________

4) Prinsip Pelayanan Mengajar dalam Alkitab
Istilah-Istilah Belajar Mengajar dalam Perjanjian Lama

Ada empat kata Ibrani yang biasa digunakan dalam Alkitab untuk menjelaskan tentang pengajaran; yaitu "lamad" (mengajar), "yada" (mengetahui), "bin" (bisa membedakan atau memahami), dan "zahar" (memperingatkan).

Lamad adalah kata Ibrani yang paling sering dikaitkan dengan proses belajar mengajar. Aslinya, "lamad" berarti mendorong lembu agar dia terus berjalan. Kemudian kata tersebut digunakan untuk menegaskan bagaimana membuat seseorang tahu tentang sesuatu. Lamad sebenarnya berarti "menyebabkan belajar", yang merupakan satu indikasi jelas bahwa pengajaran yang alkitabiah tak dapat dipisahkan dari belajar. Kita yang mengaku menjadi guru, belum dapat dikatakan mengajar sampai seseorang yang kita ajar belajar. Pengertian lamad ini mengembalikan kebenaran ke asalnya.

Contoh kata lamad ini ditemukan di Kitab Ulangan: "Engkau harus "mengajar" (lamad) mereka, supaya mereka melakukannya" (5:31). Coba perhatikan, hukum-hukum Tuhan diajarkan bukan sebagai pengetahuan yang abstrak, tapi diajarkan dengan penerapan dalam kehidupan sehari-hari.

Yada menjelaskan suatu tingkat pemahaman yang dalam, kata ini banyak digunakan dalam Perjanjian Lama untuk menjelaskan kedekatan seksual. Namun demikian, Yada digunakan dalam kitab Yosua untuk menggambarkan respons bangsa Israel terhadap petunjuk Tuhan: "supaya kamu "mengetahui" (yada) jalan yang harus kamu tempuh" (3:4). Di sini, Tuhan berbicara dan memberi petunjuk kepada bangsa Israel melalui Tabut Perjanjian. Ketika dibawa, tabut ini menyampaikan maksud Tuhan; bahwa pengetahuan membuat bangsa Israel mampu menyelesaikan perjalanannya. Pengetahuan menuntun pada satu tindakan.

Bin awalnya berarti "memisahkan", tapi karena bahasa Ibrani berkembang, kini bin berarti "membedakan" atau "memahami". Kita membaca dalam Nehemia bahwa setelah orang-orang Yahudi membangun kembali tembok Yerusalem, "orang-orang Lewi 'mengajarkan' (bin) Taurat kepada orang-orang itu" (8:7). Kini, beberapa orang menganggap konsep ini sebagai pengertian batin, yang menuntun pada satu tindakan yang bertolak belakang dengan pemahaman logika yang tidak dapat dipraktikkan dalam kehidupan.

Zahar merupakan kata Ibrani keempat yang akan kita pelajari. Kata ini sebenarnya berarti "memancarkan cahaya", lalu kata ini berarti "memperingatkan". Dalam Yehezkiel, nabi Tuhan diperintahkan untuk "memperingatkan" (zahar) orang jahat itu dari hidupnya yang jahat supaya ia tetap hidup (3:18). Tujuan dari suatu peringatan adalah untuk memperbaiki tindakan. Seseorang yang menerima peringatan harus memerhatikannya. Jika tidak, peringatan itu akan menjadi sia-sia.

Apakah seorang guru sudah mengajar? Semuanya tergantung apakah pelajarannya sudah dipelajarinya atau belum. Mengajar yang benar menuntun untuk belajar. Tuhan menginginkan agar guru mengajar dengan cara yang baik agar murid bisa belajar. Keempat kata Ibrani ini membuktikan fakta tersebut.

Beberapa tahun yang lalu, ketika ketiga anak kami masih naik sepeda roda tiga. Saya memberi tahu mereka agar tidak meninggalkan sepeda mereka di belakang mobil yang sedang diparkir. Dengan sabar, saya berusaha menjelaskan apa yang akan terjadi jika saya memundurkan mobil dan tidak tahu jika ada sepeda roda tiga di sana. Sebelum Anda bertanya kepada saya, saya akan mengatakannya kembali kepada Anda bahwa saya sudah berulang kali menyampaikan hal ini kepada anak saya. Bahkan saya sudah mengajarkan satu atau dua hal kepada mereka. Saya benar-benar sudah mengatakannya!

Suatu hari ketika saya memundurkan mobil, saya mendengar bunyi derak yang memekakkan. Pengecekan yang mencemaskan menambah ketakutan saya. Di situ, di bawah mobil, teronggoklah sepeda roda tiga yang sudah bengkok dan rusak. Saya menjadi geram. Lantas, bukankah saya sudah menashati anak saya agar tidak meninggalkan sepeda mereka di sana? Kemudian muncul satu pemikiran di benak saya. Jujur, saya tahu bahwa saya tidak mengajarkan apa-apa kepada anak-anak saya. Saya hanya memberi tahu mereka sesuatu. Tidak ada pelajaran nyata yang terjadi; kenyataan bahwa sepeda roda tiga itu kini teronggok di bawah mobil saya membuktikannya. Ini adalah pelajaran mahal, namun mengajarkan kepada saya bahwa ada banyak hal mengenai pengertian yang hakiki dari proses belajar-mengajar.

Istilah Belajar Mengajar dalam Perjanjian Baru

Bersyukur kita tidak perlu belajar melalui sepeda rusak. Kita bisa memerhatikan perintah. Ada yang pernah mengatakan bahwa pengalaman bisa menjadi guru terbaik; masalahnya, pengalaman memberi ujian sebelum memberi pelajaran! Tuhan menghendaki para guru mengajar dengan suatu sistem agar murid terhindar dari hasil yang tidak menyenangkan karena belajar dari pengalaman. Kata-kata Yunani yang biasa digunakan dalam Perjanjian Baru untuk menjelaskan proses belajar mengajar banyak menunjukkan bahwa memerhatikan perintah lebih baik daripada menderita karena belajar dari pengalaman yang menyedihkan. Istilah-istilah yang akan kita pelajari antara lain "didasko" (mengajar), "noutheteo" (memperingatkan/menegur), paideuo (melatih), dan "matheteuo" (memuridkan).

Didasko digunakan lebih dari 100 kali dalam Perjanjian Baru. Arti kata ini muncul dari kata lain, "dao", yang berarti "mempelajari". Kata didasko sesungguhnya menunjukkan keterkaitan yang erat antara mengajarkan suatu pelajaran dan mengaplikasikannya dalam kehidupan.

Dalam suratnya yang pertama untuk jemaat Korintus, Paulus memberi tahu orang-orang Korintus agar mereka melakukan prinsip-prinsip pengajarannya, "seperti yang kuajarkan (didasko) di mana-mana dalam setiap jemaat" (4:17). Pesan ini sangat penting sehingga Paulus mengutus Timotius untuk mengirimkannya sendiri. Orang-orang Korintus diharapkan memerhatikan cara hidup Paulus dan mengikuti teladannya dalam mengikut Kristus (4:16). Sekarang, bahkan sejak itu, perintah seharusnya menuntun pada ketaatan, yang menghasilkan kehidupan Kristen yang benar.

Noutheteo sebenarnya merupakan kombinasi dua kata, "nous" (pikiran) dan "titheni" (menaruh atau menempatkan). Setelah keduanya digabung, secara harfiah kata ini berarti mengingat. Karena noutheteo biasanya diterjemahkan menjadi mengingatkan/menegur, atau memerintahkan, Paulus menasihati para orang tua untuk "mendidik (anak-anak) di dalam ajaran dan nasihat Tuhan" (Efesus 6:4).

Jika kata sebelumnya cenderung menekankan peringatan-peringatan mengenai apa yang tidak boleh dilakukan, paideuo membahas lebih banyak perintah yang membangun. Kata ini bisa diterjemahkan menjadi "melatih" atau "mendidik". Yang ditekankan di sini adalah memberikan arahan yang positif. Ini berarti lebih dari sekadar memberi tahu anak Anda untuk tidak meninggalkan sepeda di belakang mobil. Ini berarti Anda harus menunjukkan kepadanya tempat yang tepat untuk meletakkan sepedanya. Seperti yang dinyatakan oleh Paulus, "Segala tulisan yang diilhamkan Tuhan memang bermanfaat untuk ... mendidik (paideuo) orang dalam kebenaran" (2 Timotius 3:16). Perintah yang alkitabiah selalu menghasilkan perubahan perilaku yang mengarah ke kehidupan yang benar.

Matheteuo adalah kata keempat yang akan kita bahas pada bagian ini. Asal kata ini diambil dari kata "manthano" (mempelajari); bentuk kata kerjanya menekankan proses bagaimana seseorang bisa menjadi murid. Jadi, para pengikut Yesus adalah murid-Nya karena mereka belajar dari-Nya dan setia mengikut-Nya.

Untuk memahami kata-kata ini, penting bagi kita untuk memerhatikan penekanan masing-masing bagian, kemudian mempraktikkan hal-hal yang sudah diajarkan tersebut. Anak saya mengerti bahwa dia tidak seharusnya membiarkan sepedanya di belakang mobil. Namun, dalam pengertian alkitabiah, dia tidak memahaminya. Dia sadar bahwa saya sudah memberitahu dia apa yang harus dilakukan; ketika dia meletakkan sepedanya di belakang mobil, dia bahkan mungkin sudah berpikir, aku tidak boleh meletakkannya di sini, tapi aku akan segera kembali dan menyingkirkannya sebelum ayah kembali. Akan tetapi, anak saya benar-benar tidak belajar dari pelajaran yang dimaksudkan karena dia gagal mengartikan pengetahuan itu ke dalam suatu tindakan.

Apa Arti Semua ini?

Apakah Anda pernah memerhatikan bahwa beberapa guru menetapkan tujuan yang sangat pendek atas perintah mereka? Beberapa guru merasa memberlakukannya hingga pelajaran selesai sudahlah cukup. Atau mungkin mereka sudah puas jika mereka bisa membuat murid-muridnya tenang. Beberapa guru lainnya mungkin akan bertindak lebih jauh. Tujuan mereka adalah "untuk menyelesaikan materi". Sayangnya, hal ini sering diartikan untuk "mengatakan semua yang ingin saya katakan" dengan sedikit penghargaan karena proses belajar yang nyata sudah terlaksana.

Seperti kata-kata yang sudah kita pelajari, mengajar seharusnya menjadi lebih dari sekadar mengisi waktu, membuat murid-murid tenang, atau bahkan menyelesaikan materi. Pengajaran harus diwujudkan dalam kehidupan. Pengajaran harus memengaruhi perilaku karena itu adalah perintah yang sesungguhnya.

Kebanyakan orang bisa memandang kembali kejadian-kejadian penting dalam kehidupan mereka. Terkadang sesuatu dalam hidup berubah karena adanya hubungan tertentu. Hal ini benar-benar saya alami. Ketika saya masih muda, Tuhan menyiapkan beberapa guru yang pelayanannya benar-benar mendewasakan kerohanian saya. Saya pikir tak ada satu guru pun yang sadar akan pengaruh besar yang mereka miliki. Mereka dipakai Tuhan untuk memberi perintah dan teladan yang saya perlukan pada saat itu.

Ketika Anda mempersiapkan diri untuk mengajar, ingatlah selalu bahwa Tuhan memberi Anda hak istimewa untuk menjadi hamba pilihan-Nya untuk menyentuh kehidupan murid secara khusus. Memang benar, butuh banyak usaha untuk bisa mengajar dengan efektif. Namun, ini merupakan cara paling penting dalam melayani Tuhan. Saya berdoa agar suatu hari nanti, beberapa orang bisa berpikir ulang saat Tuhan kembali mengarahkan hidupnya. Saya juga berdoa agar Anda bisa menjadi saluran di mana melalui Anda, Tuhan bekerja.
__________________________________________

5) Menjadi Rakan Sekerja Allah

Tuhan bekerja melalui hamba-hamba-Nya untuk memenuhi tujuan-Nya atas dunia ini. Pun dalam bidang pelayanan anak yang merupakan bagian penting dalam rencana-Nya. Melalui pelayan-pelayan anak yang Dia panggil, Allah bekerja dan menjadikan kita rekan sekerja-Nya. Berkesempatan melayani anak-anak bagi Kristus tentu merupakan sebuah anugerah bagi kita.

Pada minggu kedua ini, Anda akan diajak untuk menyimak prinsip-prinsip pelayanan mengajar melalui pengenalan istilah-istilah belajar mengajar dalam PL dan PB, yang kami harap dapat semakin menguatkan kita dalam mengajar. Kemudian di menu Tips, Anda akan mendapatkan hal-hal yang patut Anda perhatikan agar Anda dapat menjadi seorang guru yang berharga.

Pelayan Anak, selamat menikmati sajian publikasi e-BinaAnak kali ini dan terus bersemangat dalam tanggung jawab pelayanan kita. Tuhan Yesus memberkati.
____________________________________________

6) Biarkan Anak-Anak Itu Datang
Apakah anak-anak bisa menjalin hubungan yang berarti dengan Tuhan Allah? Banyak kisah menceritakan tentang anak-anak, yang walaupun masih sangat kecil, sudah menyerahkan diri kepada Allah dengan sungguh-sungguh; dan penyerahan itu ternyata tidak menjadi luntur. Seorang utusan Injil, pada waktu akan terjun dalam bidang pelayanan, bersaksi bahwa ia telah menyerahkan hidupnya kepada Kristus ketika berusia 5 tahun. Ia berbuat demikian karena pengaruh seorang perawat ketika ia dirawat di rumah sakit. Seorang dokter mengatakan bahwa ketika berusia 8 tahun, ia berjanji kepada Tuhan untuk kelak menjadi seorang dokter setelah tanpa berdaya ia menyaksikan adiknya meninggal akibat menderita suatu penyakit yang tidak dikenal. Seorang wanita muda terkenang betapa senang hatinya ketika di sekolah minggu ia mendengar bahwa dirinya adalah "anak Raja" karena ia termasuk salah seorang anak Allah. Sejak saat itu, harga dirinya bertumbuh terus karena ia memandang dirinya sebag ai seorang anak raja.

Wayne Oates, seorang profesor psikologi agama di Southern Baptist Theological Seminary (Seminari Teologia Baptis Selatan), menulis begini: "Salah satu kebenaran terbesar yang kita peroleh melalui penelitian tentang perkembangan kepribadian ialah bahwa agama dikomunikasikan dengan cara yang berbeda-beda, pada tahap-tahap yang berbeda pula, sesuai dengan perkembangan individu itu sendiri .... Seluruh masalah keagamaan itu terdiri dari hal membukakan pintu sejak masa kanak-kanak untuk memasuki kekekalan."

Tuhan Yesus mengungkapkan hal ini secara lebih sederhana lagi: "Biarkanlah anak-anak itu, janganlah menghalang-halangi mereka datang kepada-Ku; sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Sorga." (Mat. 19:14)

Anak-anak selalu tertarik kepada Tuhan Yesus, dan Ia tidak pernah menyuruh mereka menunggu sampai mereka benar-benar mengerti dulu tentang konsep teologi sebelum boleh datang kepada-Nya. Ia tidak berkhotbah kepada mereka atau pun menegur mereka. Sebaliknya, "Ia meletakkan tangan-Nya atas mereka" (Mat. 19:15). Ia menjamah mereka dan menasihati orang-orang dewasa agar "bertobat dan menjadi seperti anak kecil" (Mat. 18:3).

Anak-anak memunyai tempat istimewa dalam hati Allah. Sambil memanggil seorang anak, Tuhan Yesus berkata kepada murid-murid-Nya, "Barangsiapa merendahkan diri dan menjadi seperti anak kecil ini, dialah yang terbesar dalam Kerajaan Sorga" (Mat. 18:4). Renungkanlah hal ini. Bayangkan betapa kecilnya perasaan diri Anda seandainya Yesus memanggil Anda datang kepada-Nya dan berkata kepada setiap orang di sekitar Anda bahwa Andalah yang terbesar? Betapa besar dorongan yang demikian bagi konsep diri anak itu! Jelaslah bahwa sikap merendahkan diri yang dianjurkan Tuhan Yesus bukan berarti menghapuskan harga diri yang positif pada seseorang serta perlunya mendapat dukungan dan dorongan orang lain.

Kata merendahkan diri yang digunakan dalam Matius 18 memunyai konotasi sikap yang bergantung dan tunduk pada wewenang, bukan berarti menurunkan martabat diri. Seorang anak perempuan yang masih kecil mungkin saja mengira bahwa dirinya merupakan pusat alam semesta, namun ia tetap sadar bahwa ia masih bergantung pada orang tuanya. Secara arti luasnya, orang tua adalah wakil Allah bagi setiap anak, tapi Allah tidak dibatasi oleh pengertian seperti ini. Acap kali Ia menerobos batasan ini, bila Ia ingin berkomunikasi secara langsung dengan seorang anak, teristimewa dengan anak yang sedang sakit parah. Tampaknya anak-anak merasakan kehadiran Allah yang misterius dan mereka pun menyadari kebergantungan diri mereka pada-Nya.

Adapun sifat anak-anak yang menjadikan mereka terbesar di dalam Kerajaan Surga, juga menjadikan mereka sangat rawan di dalam kerajaan dunia ini. "Report on the Hearings on the Unmet Needs of Children and Youth", 1979 (Laporan melalui Pendengaran tentang Kebutuhan Anak dan Remaja yang Tidak Terpenuhi), yang disusun oleh sebuah perserikatan para perawat di Amerika (The American Nurses Association) pada tahun 1979, mengungkapkan tentang bidang-bidang utama di mana ketergantungan dan kerawanan anak-anak dapat mengakibatkan mereka terjerat dengan mudah dalam kesulitan-kesulitan, seperti: penyalahgunaan obat bius, penganiayaan anak, dan eksploitasi seks. Tuhan Yesus sudah tahu kemungkinan terjadinya kesulitan ini. Ia menasihati murid-murid-Nya begini, "Barangsiapa menyambut seorang anak seperti ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku. Tetapi barangsiapa menyesatkan salah satu dari anak-anak kecil ini yang percaya kepada-Ku, lebih baik baginya jika sebuah batu kilanga n diikatkan pada lehernya lalu ia ditenggelamkan ke dalam laut" (Mat. 18:5-6). Di sini, orang-orang dewasa memunyai tanggung jawab yang besar untuk memelihara serta memerhatikan pertumbuhan anak-anak Allah. Pertama, adanya suatu perintah yang positif untuk menyambut anak-anak dalam nama-Nya. Kedua, adanya suatu peringatan yang negatif agar jangan menyesatkan mereka sehingga menyebabkan mereka jatuh ke dalam dosa.

Menerima seorang anak dalam nama Yesus artinya sama dengan mengasihi dia seperti Tuhan Yesus mengasihi mereka. Kasih itu begitu konsisten sehingga anak-anak akan merasa aman serta terlindung, dan diyakinkan bahwa kebutuhannya akan terpenuhi (1 Yoh. 4:18). Kasih seperti ini tanpa syarat, sehingga mereka tidak usah menutup-nutupi diri mereka yang sebenarnya dengan tujuan untuk menyenangkan orang lain. Mereka tahu bahwa mereka diterima sebagaimana adanya (Rm. 3:23-25). Inilah kasih yang berusaha memberikan apa yang terbaik kepada si anak, walaupun kadang-kadang kasih itu harus dinyatakan berupa disiplin yang tegas (Ibr. 12:6). Kasih ini adalah kasih yang hangat dan menyentuh hati, yang bersifat pribadi dan memperlakukan setiap individu sebagai pribadi yang istimewa (Mat. 18:12-14; 19:15). Akhirnya, kasih ini adalah kasih yang mengenal baik Sumbernya dan tidak mencari keuntungan atau kemuliaan bagi diri sendiri (Yes. 43:1-7). Oates pernah mengatakan bahwa "Alla h menjumpai seseorang melalui pribadi-pribadi atau kelompok-kelompok orang di masyarakat sekitarnya yang memiliki sifat suka mengampuni." Secara idealnya, "pribadi-pribadi yang suka mengampuni" itu adalah orang tua-orang tua, kemudian meluas kepada seluruh anggota keluarga, gereja, tetangga, sekolah, serta masyarakat di bidang pemeliharaan kesehatan.

Memelihara Anak-Anak Domba

Peringatan Tuhan Yesus terhadap siapa pun yang menyebabkan seorang anak berbuat dosa agak membingungkan. Kelihatannya dalam teguran itu bisa juga tersirat teguran terhadap kejahatan-kejahatan yang jelas berupa penyalahgunaan obat bius dan seks. Namun, orang dewasa menyebabkan anak-anak berdosa dengan banyak cara yang halus, yang mungkin tampaknya tidak jahat kalau dinilai secara sepintas. Dosa adalah segala sesuatu yang membuat seseorang menjauh dari Allah. Orang dewasa menjadi wakil Allah bagi anak-anak di dalam segala sesuatu yang dikatakan dan dilakukannya. Apabila orang dewasa yang bergaul dengan anak-anak menunjukkan sikap masa bodoh, tidak bisa dipercaya, mengharapkan yang tidak realistis, atau bahkan berniat menyakiti anak-anak, akibatnya mungkin anak akan menganggap bahwa begitulah sifat-sifat Allah. Sebagian dari anak-anak seperti itu tidak akan pernah dapat mengembangkan hubungan yang sehat dengan Allah.

Yesus menjadi marah ketika murid-murid-Nya menghalang-halangi anak-anak datang kepada-Nya (Mrk. 10:14). Barangkali murid-murid mengira bahwa ada hal-hal yang lebih penting yang akan dikerjakan oleh Tuhan mereka, dan mereka tidak ingin Dia diganggu oleh anak-anak itu. Berapa sering kita telah menghalangi anak-anak datang kepada Tuhan Yesus? Berapa sering kita telah tenggelam dalam hal-hal yang kita anggap "lebih penting" seperti halnya pengobatan, perawatan, dan tugas rutin di rumah sakit, sehingga kita lengah untuk bertanya kepada seorang anak yang sedang dirawat di rumah sakit itu apakah ia biasa berdoa sebelum makan atau sebelum tidur? Atau apakah ia biasa mendengar cerita Alkitab tiap-tiap hari?

Setiap anak sungguh berharga di mata Allah, sehingga Tuhan Yesus mengumpamakan perhatian-Nya seperti seseorang yang memiliki seratus domba. Salah satu dari domba-domba itu tersesat, maka orang itu segera meninggalkan yang sembilan puluh sembilan dan pergi mencari dombanya yang sesat itu ke mana-mana sampai ia menemukannya (Mat. 18:10-14). Tuhan Yesus juga mengharapkan hal yang sama dari orang-orang yang menjaga anak-anak domba-Nya -- dari orang tua, guru, perawat, dan orang-orang dewasa lain yang memunyai peranan penting.

Buku ini terutama membahas tentang pemeliharaan anak-anak secara rohani. Akan tetapi, karena faktor rohani mengisi dan memberi kehidupan kepada seseorang seutuhnya, maka kebutuhan fisik, emosi, dan sosial akan sering pula dibahas dalam pasal-pasal berikut ini, karena semuanya sering berkaitan erat. Kebutuhan rohani bisa diartikan "kurang terpenuhinya satu atau lebih faktor-faktor yang diperlukan untuk membangun dan/atau memelihara suatu hubungan pribadi yang dinamis dengan Allah". Singkatnya, semua itu adalah kebutuhan, yang jika tidak terpenuhi, akan menghalangi seorang anak datang kepada Tuhan Yesus.

Kebutuhan-kebutuhan rohani yang mendasar pada orang dewasa diringkaskan dalam buku "Spiritual Care: The Nurse's Role" (Pemeliharaan Rohani: Peran Perawat), juga berlaku bagi anak-anak. Kebutuhan akan arti dan tujuan berkembang dalam bentuk-bentuk yang lebih canggih sementara seorang anak bertumbuh menuju kedewasaan. Namun, kebutuhan itu sudah ada sejak ia lahir. Kebutuhan untuk mendapat kasih dan hubungan pribadi merupakan kebutuhan dasar untuk hidup. Bayi yang tidak dikasihi bisa mengalami gangguan emosi yang parah atau bahkan bisa mati. Sementara seorang anak yang sedang tumbuh itu hidup dengan perasaan aman di dalam kasih orang tua dan orang-orang dewasa di sekitarnya, ia akan mulai mengasihi orang lain dan mengerti kasih Allah. Kebutuhan akan pengampunan menjadi nyata, pertama-tama sebagai kebutuhan akan kasih yang diberikan tanpa syarat, tanpa ada batasan; kemudian lambat laun kebutuhan ini berkembang menjadi suatu kebutuhan untuk diampuni dari "kenaka lan".

Awal masa kanak-kanak, khususnya 12 tahun pertama, merupakan masa yang amat penting dan menentukan bagi perkembangan rohani seseorang. Amsal 22:6 berbunyi: "Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanya pun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu." Hikmat yang sudah sejak dulu kala berlaku dalam Kitab Suci disahkan secara mutlak oleh penyelidikan psikologis, yaitu bahwa pengertian rohani yang dikembangkan pada seorang anak sampai ia mencapai usia 12 tahun bisa diragukan olehnya pada masa remaja, tetapi untuk sementara waktu saja. Biasanya pengertian itu justru menjadi dasar bagi iman kepercayaannya pada masa dewasa. Kepercayaan yang dianut oleh kebanyakan orang dewasa sama benar dengan kepercayaan yang dianut oleh orang tua mereka.

Beban tanggung jawab yang utama dalam tugas memerhatikan kerohanian anak terletak pada bahu orang tua. Memberi perawatan yang baik berarti memandang seorang anak sebagai bagian dari suatu keluarga besar, bukan sebagai seorang pasien yang diasingkan atau diisolasi. Begitu juga dengan perhatian yang diberikan dalam segi rohani. Orang tua harus didukung dan dihormati apabila memberikan perhatian dalam segi rohani. Pada masa-masa krisis, para perawat, guru, pendeta, dan orang-orang lain yang bersedia memberi dukungan atau pun dorongan secara rohani kepada orang tua serta anak-anak mereka, akan menghasilkan dampak yang kekal. Setiap krisis yang dialami pada masa anak-anak bisa memberi peluang bagi timbulnya krisis rohani. Jika anak menderita tanpa berbuat salah apa pun, orang tuanya sering bertanya, "Kenapa? Apa yang telah saya perbuat sehingga terjadi hal ini? Apakah Allah sedang menghukum saya?" Perkembangan rohani anak itu, sekalipun sehat, akan dapat tergang gu sekali. Penderitaan secara jasmani dan perasaan ditinggalkan seorang diri di rumah sakit, ketika dikelilingi oleh peralatan yang menakutkan, bisa mengancam perkembangan perasaannya untuk menaruh percaya dan harga diri yang masih rapuh pada anak itu. Pemeliharaan bidang rohani bukanlah semata-mata merupakan suatu pilihan yang enak bagi para perawat yang hanya memunyai sedikit waktu luang; namun pemeliharaan ini sangat penting bagi perkembangan anak itu seutuhnya serta pandangan hidupnya. Kita memunyai suatu mandat untuk memerhatikan, bukan saja sebagai seorang Kristen yang setia, melainkan juga karena kita adalah orang yang harus memberikan perhatian itu secara bertanggung jawab.
__________________________________________

7) Mengajar Anak Untuk Bersaksi Mengenai Iman Mereka
Anak-anak yang memiliki pengalaman pertobatan yang murni ingin membagikan kesaksian iman mereka kepada orang lain, tetapi terkadang mereka kurang memahami bagaimana memulainya. Kita bisa membantu mereka dengan memberikan pengalaman-pengalaman langsung dan pelatihan di lingkungan gereja. Berikut beberapa ide yang bisa digunakan.

Mulailah dengan memberikan kesempatan kepada anak-anak, saat sekolah minggu, untuk membagikan apa arti Yesus bagi mereka. Ini akan menjadi persiapan yang bagus bagi mereka untuk menunjukkan iman mereka ke luar gereja. Setiap minggu, sediakan waktu setidaknya untuk satu anak guna membagikan apa yang telah Tuhan kerjakan bagi mereka. Undanglah anggota jemaat gereja Anda untuk hadir di kelas Anda guna membagikan kesaksian mereka. Ini akan mendorong dan membantu anak-anak belajar melalui contoh dari orang dewasa dan remaja yang mereka kenal.

Ajarkanlah ayat-ayat keselamatan dalam Alkitab kepada murid-murid Anda. Bantulah mereka memahami maknanya melalui alat peraga, penjelasan-penjelasan, dan diskusi. Mintalah kepada anak-anak untuk menandai ayat-ayat yang ada di Alkitab mereka. Ini akan membantu mereka untuk dengan mudah menemukan referensi-referensi saat mereka berdiskusi tentang Tuhan dengan salah satu teman atau anggota keluarga mereka.

Untuk kegiatan belajar, pilihlah kelompok kecil anak-anak untuk membuat drama singkat atau meminta mereka untuk bermain peran (role play) tentang berbagai cara untuk mengenalkan Yesus kepada teman-teman mereka. Naskah yang singkat akan membantu mereka memulainya. Boneka wayang bisa sangat efektif karena anak-anak dapat dengan mudah mengenalinya. Selain itu, mereka juga akan percaya diri karena boneka-boneka itu menceritakan kehidupan nyata.

Ide lain adalah dengan membagi kelas menjadi kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 3-5 anak dan mintalah mereka duduk melingkar atau di satu meja. Mintalah anak-anak melengkapi suatu kalimat sebagai batu loncatan untuk diskusi. Misalnya, "Saya senang menjadi orang kristen karena ..." atau "Kita tahu Tuhan mengasihi kita karena ...". Cara yang baik untuk memulai latihan ini adalah guru terlebih dahulu membagikan responsnya. Anda bisa menuliskan respons anak-anak di papan tulis atau kertas catatan.

Selanjutnya, mintalah anak-anak menuliskan respons mereka pada kertas bergaris. Sediakan kertas kosong dan pensil warna, krayon, atau spidol untuk menggambarkan karangan singkat mereka. Karangan dan gambaran mereka bisa direkatkan (dilem) atau dijadikan satu (berdampingan) pada kertas instruksi berwarna yang berukuran besar yang telah digulung sebagian sehingga berbentuk seperti buku. Pajanglah kesaksian itu di ruang kelas Anda supaya anak-anak terdorong untuk menunjukkan iman mereka melalui berbagai cara.

Salah satu cara terbaik untuk membantu anak-anak belajar bagaimana bersaksi adalah dengan melibatkan mereka dalam pelayanan penjangkauan. Dalam Mobilizing Kids for Outreach, Pete Hohmann, menggambarkan perlunya perubahan pola pikir kita tentang bagaimana kita mengajar anak-anak di gereja. Penekanan yang berlebihan pada pola duduk diam dan mendengarkan tanpa memberikan kesempatan untuk anak-anak berpartisipasi bisa menyebabkan timbulnya sikap pasif pada anak-anak saat kita mengajar. Hohmann menunjukkan perlunya melatih dan melibatkan anak- anak dalam penginjilan saat mereka masih di divisi anak-anak. Membentuk tim pelayanan yang akan terjun ke masyarakat sehingga mendapatkan pengalaman hidup yang sebenarnya merupakan cara yang menarik untuk melibatkan anak-anak dalam penginjilan. Kelompok musik dan tim wayang bisa melayani di gereja-gereja pusat kota, taman-taman, rumah perawatan, tempat penitipan anak, dan pasar malam juga bisa digunakan untuk melihat beber apa kemungkinan.

Sekolah minggu dapat merencanakan acara-acara penjangkauan dan keluarga yang dirancang khusus untuk membantu murid-murid mereka mengenalkan teman-teman mereka kepada gereja. Langkah pertama akan lebih mudah bagi anak untuk menjelaskan apa yang mereka percayai tentang teman-teman mereka. Beberapa kemungkinannya adalah mengadakan kegiatan-kegiatan sekolah minggu, misalnya pesta es krim, sekolah Alkitab liburan, kemah, perayaan natal, dll.. Perlombaan di sekolah minggu juga memberi kesempatan istimewa bagi anak-anak untuk mengundang teman-teman mereka ke gereja.

Akhirnya, doakan murid-murid Anda di kelas supaya Tuhan membantu mereka bersinar bagi-Nya di mana pun mereka berada. Bantulah mereka memahami bahwa meskipun ada orang yang tidak menunjukkan minat mereka, tetapi ada orang lain yang dengan gembira akan mendengarkan pesan penginjilan itu. Apa pun responsnya, murid-murid Anda akan tahu bahwa mereka telah mematuhi perintah Kristus dan telah menjadi alat penting dalam memenuhi Amanat Agung.
__________________________________________